Monday, February 15, 2010

KONTRAK KETENAGA KERJAAN

KONTRAK KETENAGAKERJAAN DALAM KONTEKS GLOBALISASI EKONOMI DAN PERDAGANGAN BEBAS
(Analisa Aspek Kontrak Kerja Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan)

Oleh Muhammad Fatikhun, S.Ag


LATAR BELAKANG
Bicara globalisasi ekonomi, kita juga harus berbicara tentang "globalisasi tenaga kerja". Sebab globalisasi ekonomi identik dengan lapangan pekerjaan. Dewasa ini bangsa kita menghadapi problem pengangguran yang jumlahnya sekitar 40an juta orang, serta rendahnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja. Globalisasi WTO (World Trade Organization) bukannya memperingan bahkan dapat lebih memperburuk keadaan.
Dengan menyadari tantangan dari adanya paradoks globalisasi tersebut terhadap situasi ketenagakerjaan, maka isu peningkatan standar kompetensi tenaga kerja di berbagai sektor industri barang dan jasa kita, selayaknya sejalan dengan upaya yang dilakukan oleh kalangan pelaku bisnis. Hal ini untuk meningkatkan produktivitas maupun penguatan daya saing bangsa kita di mancanegara.
Khusus tentang standar kompetensi tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, adalah merupakan faktor penting dalam menguji kesungguhan kita mengantarkan mereka menjadi pemain kelas dunia. Tenaga Kerja Indonesia dikenal dengan TKI kelas rendah, antara lain dilatar belakangi oleh pendidikan mereka. Sehingga kebanyakan diantara TKI yang ada kebanyakan menjadi pekerja/buruh rendahan, seperti pembantu rumah tangga, sopir dan lain-lain. Mereka tidak menempati pos-pos strategis (kantoran), melainkan hanya sebagai tenaga kasar.
Kelemahan ini dimanfaatkan oleh perusahaan yang membutuhkannya atau perusahaan dimana mereka bekerja. Tidak jarang diantara mereka yang menerima gaji tidak sesuai dengan kontrak, atau bahkan tidak menerima gaji. Begitu juga diantara mereka banyak yang mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi. Realitas TKI demikian mengenaskan, tetapi upaya pembenahan TKI selama ini seolah jalan di tempat, masalah-masalah yang berulang-ulang ditemukan di lapangan yang seharusnya bisa terpecahkan secara sistematis, ternyata justru menemui jalan buntu, blunder dan nyaris tidak ada penyelesaian. Padahal, pada 2002, mereka telah menyumbang 3,2 miliar dolar atau mendekati Rp 30 triliun.
Dalam lapangan hokum, keberadaan Tenaga Kerja tidak lepas dari kontrak kerja antara tenaga kerja dengan perusahaan atau majikan dimana mereka berkerja. Sebenarnya, hokum dapat menjadi antisipasi dalam menghadapi permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam problem ketenagakerjaan.

Untuk mendapatkan tulisan ini secara lengkap silahkan KLIK DISINI

No comments:

Post a Comment

komentar anda akan sangat berarti

Featured Post

MENJAUHI ANARKHISME DALAM BERAGAMA

Oleh : M. Fatikhun, S.Ag., M.H. Dewasa ini kita disuguhkan pada menguatnya fenomena kelompok umat Islam yang praktek kehidupan beragama ya...